Waskita

Jurnal Program  Studi Sosiologi Agama Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Current Issue

Vol 3 No 1 (2016)

Gereja Kristen bersiap merayakan 500 tahun gerakan protestan pada 2017. Gerakan reformasi gereja saat itu tak hanya penting dalam sudut pandang historis, tetapi juga teologis. Pemikiran tokoh-tokoh reformasi seperti Luther, Calvin, Zwingli menjadi landasan gereja Kristen hingga saat ini. Perbedaan pandangan teologi menjadi salah satu pemicu reformasi gereja.

Isu-isu teologis terkait reformasi gereja menjadi pembuka dalam edisi Jurnal Waskita ini. Tulisan Eben Nuban Timo mengawali jurnal yang diterbitkan Program Studi Magister Sosiologi Agama, Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana ini. Eben Nuban Timo menyoroti doktrin pembenaran yang menjadi titik tengkar terpanas antara gereja Protestan dan Katolik. Tulisan ini berbicara dalam konteks penandatanganan deklarasi bersama gereja Katolik, Lutheran, dan Calvinis tentang doktrin pembenaran yang akan berlangsung pada 31 Oktober 2017. Penandatanganan Joint Declaration of the Doctrine of Justification (JDDJ) ini sengaja dilakukan tepat 500 tahun setelah Martin Luther menempelkan 95 dalil di pintu gereja Witteir nberg.

Isu pembenaran iman ini juga menjadi topik yang dibawakan Eben Nuban Timo dalam konsultasi gereja-gereja anggota PGI dan World Communion of Reformed Church (WCRC) 2016. Terkait acara ini, John Simon menulis artikel terkait tema WCRC 2017, “Living God Renew and Transform Us”. John Simon mengetengahkan kenosis (pengosongan diri) sebagai reformasi diri dalam perspektif hermeneutik. Simon mengajukan pemikiran Ricoeur yang memperluas kenosis tidak hanya pada diri sebagai subjek, tetapi juga yang lain. Tujuan kenosis ganda adalah diri sendiri dan orang lain bersama-sama mengalami transformasi hidup. Kenosis ganda ini dikaitkan dengan Teologi Kerahiman Calvin yang menjadi semangat reformasi.

Isu ketuhanan sebagai masalah dasar agama hadir menguatkan jurnal Waskita ini. Diskursus pemikiran ketuhanan sudah mencuat sejak masa Yunani kuno. Gusti Menoh mengangkat kritik Xenophanes atas antropomorfisme dewa-dewi Yunani. Kritik inilah yang dilihat signifikansinya bagi diskursus ketuhanan. Artikel kedua dari Nelman Weny mengenai konsep Allah postmodern. Weny mengelaborasi menggunakan pendekatan onto-eskatologis Richard Kearney.


Tulisan Merry Rungkat memperkaya perspektif biblika dalam Waskita, khususnya Perjanjian Lama. Ia menafsirkan Imamat 15:19-31 dalam perspektif penebusan Kristus. Waskita juga menyajikan tulisan Astrid Lusi yang mencoba mengangkat kembali masalah lumpur Lapindo Sidoarjo yang masih menyisakan masalah hingga kini. Astrid Lusi menggunakan sudut pandang eksistensi cinta. Tulisan-tulisan selanjutnya sangat menarik dalam implementasi sosiologi agama di tengah masyarakat. I Made Priana dari Gereja Kristen Protestan Bali mencoba mengorelasikan Pancasila sebagai religiositas sipil Indonesia dengan misi gereja. Sementara itu, Agus Supratikno menganalisis peran politis agama dalam konteks pluralitas Indonesia. Tulisan Simon Julianto menutup Waskita edisi ini dengan sebuah teologi kewirausahaan. Meskipun kewirausahaan bukanlah hal baru, tetapi hal ini belum populer di kalangan teologi arus utama. Tulisan ini tentu menjadi sangat menarik dalam pergulatan sosial agama-agama di Indonesia. Salam!

Published: 2017-10-25

Articles

View All Issues