TINDAKAN PENOLAKAN DOKTER DALAM MELAKSANAKAN KEBIRI KIMIA SEBAGAI PIDANA TAMBAHAN

Authors

  • Abdul Rahman universitas kristen satya wacana

DOI:

https://doi.org/10.24246/alethea.vol8.no1.p37-52

Keywords:

Hukuman Kebiri, Kode Etik Kedokteran, Eksekusi Pidana Kebiri Kimia

Abstract

Pemerintah Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Hukuman Kebiri sebagai pidana tambahan, menjadi Undang-ndang Nomor 17 Tahun 2016. Sejak dikeluarkannya pengaturan tersebut, terdapat pelaku yang dihukum dengan pidana tambahan kebiri kimia. Namun, permasalahan hukum yang dapat terjadi manakala dokter menjadi pelaksana tindakan kebiri kimia. Dokter tidak bersedia mengeksekusi hukuman kebiri kimia kepada pelaku kekerasan seksual dikarenakan melanggar sumpah dan etika kedokteran. Apabila perbuatan dokter yang menolak melaksanakan perintah Jaksa untuk melakukan tindakan kebiri kimia terhadap terpidana yang dihukum pidana tambahan kebiri kimia, memenuhi unsur-unsur obyektif dan subyektif dari Pasal 216 ayat (1) KUHP khususnya untuk unsur “dengan sengaja tidak menurut perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusur atau memeriksa tindak pidana”, sehingga dapat dijatuhi sanksi pidana sebagaimana diancamkan dalam Pasal tersebut.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Buku

Hanafiah MJ dan Amir A, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan (EGC 2008)

Muhammad AK, Hukum dan Penelitian (PT. Citra Aditya Bakti 2004).

Muntaha H, Hukum Pidana Malapraktik, Pertanggungjawaban Dan Pengapus Pidana (Sinar Grafika 2012).

Prasetyo T, Krminalisasi hukum Pidana (Nusa Media 2010)

Rifai A, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif (Sinar Grafika 2018).

Sofyan A dan Asis HA, Hukum Acara Pidana, Suatu Pengantar (Prenada Media Group 2014).

Jurnal

Chairi AA, Lisi IZ, dan Apriyani R, ‘Penerapan Sanksi Pidana Tambahan Kebiri Kimia Ditinjau dari Perspektif Keadilan’ (2020) 16 (2) Risalah Hukum.

Daming S, ‘Menngkaji Pidana Kebiri Kimia Dalam Perspektif Medis, Hukum dan HAM’ (2020) 9 (1) Supremasi Hukum.

Hasanah NH dan Soponyono E, ‘Kebijakan Hukum Pidana Sanksi Kebiri Kimia dalam Perspektif HAM dan Hukum Pidana Indonesia’ (2018) 7 (3) Jurnal Magister Hukum Udayana.

Mardiya NQ, ‘Penerapan Hukum Kebiri Kimia Bagi Pelaku Kekerasan Seksual’ (2017) 14 Jurnal Konstitusi.

Soetedjo, Sundoro J. dan Sulaiman A, ‘Tinjauan Etika Kedokteran sebagai Eksekutor Hukuman Kebiri’ (2018) 2 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia.

Yuriswanto A dan Mahyani A, ‘Hukuman Kebiri Sebagai Pidana Tambahan Dalam TIndak Pidana Kejahatan Seksual’ (2018) 14 (27) DiH Jurnal Ilmu Hukum.

Website

Fathor Rasi, ‘Ikatan Dokter Tolak Hukuman Kebiri Kimia’ (Jatim pos, 28 Agustus 2019) <https://www.jatimpos.id/kabar/ikatandokter-tolak-hukuman-kebiri-kimia-b1Xlj9bUr> diakses pada 20 April 2020.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 52 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Fatwa Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia Nomor 1 Tahun 2016.

Putusan Pengadilan

Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor: 69/Pid.Sus/2019/PN. Mjk tentang Pidana Pemerkosaan Anak, 25 Agustus 2018.

Downloads

Published

2024-08-30

How to Cite

Rahman, A. (2024). TINDAKAN PENOLAKAN DOKTER DALAM MELAKSANAKAN KEBIRI KIMIA SEBAGAI PIDANA TAMBAHAN. Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA, 8(1), 37–52. https://doi.org/10.24246/alethea.vol8.no1.p37-52